Kamis, 28 April 2011

Kompetisi Bisnis Rumah Sakit

WALAUPUN rasanya kurang pantas dikatakan Bisnis "Orang Sakit", namun kenyataan yang ada adalah rumah sakit yang memiliki bidang utama pelayanan terhadap orang sakit menjadi sebuah bisnis yang memiliki pertumbuhan cukup pesat dan menguntungkan.

Perkembangan industri rumah sakit swasta telah mengalami perkembangan yang cukup berarti, terutama beberapa tahun belakangan ini. Hal ini terlihat dengan bermunculannya rumah sakit swasta di negeri ini baik rumah sakit umum maupun rumah sakit khusus. Jumlah rumah sakit di Indonesia pada tahun 2008 adalah sebanyak 1.320 rumah sakit, dimana 657 di antaranya adalah rumah sakit milik swasta. (Depkes, 2009).

Pertumbuhan rumah sakit swasta ini di tahun-tahun mendatang akan semakin pesat, apalagi berdasarkan Keputusan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi No.111 tahun 2007 yang menyatakan bahwa investor asing bisa menguasai 67 persen kepemilikan.

Kebutuhan rumah sakit berdasarkan rasio tempat tidur rumah sakit dibandingkan dengan jumlah peduduk masih sangat rendah. Artinya bisnis rumah sakit ini adalah bisnis yang menggiurkan bagi para pelaku bisnis. Modal yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah rumah sakit tidaklah kecil, nilai investasi bisa mencapai miliaran rupiah, terutama rumah sakit yang memiliki segmentasi sosial ekonomi kelas menengah ke atas dan secara geografis berada di kota besar.

Dengan entitas sebuah bisnis, maka mekanisme pasarpun berlaku dan dengan nilai investasi yang tidak sedikit maka kompetisi pun menjadi tak terelakan, agar rumah sakit masih bisa tetap hidup dan berkembang. Namun kemana arah kompetisi bisnis ini?

Sedikitnya ada tiga unsur yang terlibat dalam bisnis rumah sakit yakni penyedia pelayanan kesehatan (rumah sakit), pasien sebagai penerima pelayanan dan pihak ketiga yang secara tidak langsung terlibat yakni asuransi kesehatan atau perusahaan lainnya, dan pemerintah.

Dalam menghadapi kompetisi saat ini, rumah sakit melakukan investasi berupa alat-alat yang canggih, namun sangat disayangkan karena tidak adanya regulasi yang jelas, dalam satu kota bisa terdapat beberapa jenis alat canggih yang sama yang dimiliki setiap rumah sakit, padahal mungkin kebutuhannya tidak sebesar itu.

Hal tersebut bisa berdampak pada mahalnya tarif yang dikenakan, karena rumah sakit harus menghitung pengembalian investasi, atau yang lebih berbahaya adalah penggunaan alat yang tidak seharusnya pada pasien untuk mengejar pengembalian investasi.

Pada umumnya rumah sakit masih menerapkan pola tarif berdasarkan fee for service, hal ini seringkali dikeluhkan oleh pasien yang tidak dapat mengetahui secara pasti biaya yang harus dikeluarkan ketika berada di rumah sakit.

Pola pentarifan prospective payment masih dianggap kurang bisa diterapkan oleh rumah sakit swasta, padahal metode tersebut dapat menjadi salah satu strategi dalam peningkatan mutu dan penurunan biaya. Bahkan pada umumnya rumah sakit masih menerapkan pola tarif operasi mengikuti kelas perawatan, yang disegmentasikan berdasarkan kemampuan bayar pasien.

Ruangan rawat inap pun hampir seluruhnya dinamai berdasarkan strata kelas, yang juga dianggap menunjukan kemampuan bayar pasien.

Perilaku dari konsumen atau pasien juga sangat mempengaruhi kompetisi ini.Saat ini sistem rujukan sepertinya sudah mulai melemah, pasien terutama kelas menengah dan atas, selalu lebih puas jika langsung bertemu dengan dokter spesialis. Bahkan saat ini rumah sakit juga berkompetisi secara tidak langsung dengan praktek swasta dokter spesialis.

Pasien yang sepenuhnya dijamin oleh asuransi atau dijamin oleh perusahaan tempatnya bekerja memiliki kecenderungan menghabiskan biaya yang lebih besar. Hal ini juga ditangkap oleh rumah sakit sebagai salah satu target captive market-nya. Rumah sakit berlomba-lomba bekerja sama dengan perusahaan dan asuransi bahkan dengan menawarkan tarif yang lebih rendah.

Pada akhirnya rumah sakit sebagai sebuah bisnis boleh berlomba-lomba menyasar segmen sosial ekonomi kelas menengah atas dan di kota besar, namun jangan dilupakan bahwa rumah sakit pada dasarnya memiliki azas pemerataan. Rumah Sakit boleh memiliki strategi pentarifan sebagai sebuah bisnis dan mengikuti mekanisme pasar namun jangan dilupakan rumah sakit memiliki azas persamaan hak dan antidiskriminasi.

Rumah sakit harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi namun jangan dilupakan rumah sakit memiliki asas nilai etika dan profesionalitas, nilai perlindungan dan keselamatan pasien yang menjadi tanggung jawab rumah sakit dan dokter.

Karena itu Rumah sakit bukan bisnis biasa tapi bisnis yang luar biasa, yang pemilik dan semua orang yang di dalamnya tidak cukup hanya memiliki modal keuangan yang besar, keilmuan yang tinggi namun yang paling penting adalah modal hati yang mau melayani bagi sesama. Sehingga kompetisi yang seharusnya terjadi antarrumah sakit bukanlah kompetisi melawan rumah sakit satu sama lain, bahkan yang lebih baik adalah co-operation.

Kompetisi yang sebenarnya adalah bagaimana memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu, efisien, terdepan dalam ilmu kedokteran, dan bisa menyentuh hati para pasien.(*)

1 komentar:

kaixi mengatakan...

Golden Nugget Casino, Atlantic City, NJ | MapYRO
Golden Nugget Casino 성남 출장샵 is located on The 의정부 출장마사지 Quinault Island, just 10 남원 출장샵 miles from the airport. The 밀양 출장샵 casino's 80000 square foot gaming space features 711 태백 출장샵 slots and

Posting Komentar